MENYOROTI KOMPETENSI GURU

Dalam UU NO. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Adanya keempat kompetensi guru yang dipersyaratkan bagi guru tersebut diatur pada pasal 8 dan 10. Pasal 8 berbunyi: “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Pasal 10 berbunyi: “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Sebelum penulis menguraikan keempat kompetensi diatas yang hendaknya guru maupun dosen sebagai agen pembelajaran, terlebih dahulu akan dikemukakan konsep kompetensi. Piet A. Sehartian dan Ida Aleida Sahertian (1992:4) menyatakan kompetensi adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Moh. Uzer Usman, (1995), mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Dari kedua pendapat diatas, Penulis dapat menuturkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan atau kecakapan yang dimiliki seseorang berdasarkan keahlian masing-masing, oleh karena itu, yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah kemampuan atau kecakapan yang secara normatif harus dimiliki guru sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan sedemikian rupa sehingga mengindikasikan adanya profesionalitas yang secara signifikan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan dalam UU mengenai guru dan dosen tersebut telah diuraikan secara jelas keempat kompetensi tersebut. Pertama, kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, dalam mengelola pembelajaran ini memang diperlukan kemampuan guru untuk mengintegrasikan ketrampilan dan pendekatan proses serta penerapan metode dan media pembelajaran secara sistemik sedemikian rupa sehingga materi yang disajikan kepada peserta didik dapat diserap secara menarik, menyenangkan dan mudah dipahami. Fenomena ini hendaknya disikapi secara positif oleh setiap guru dengan cara meningkatkan wawasan akademik dan ketrampilan mendidik/mengajar melalui MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) ataupun berbagai diklat, seminar, dan sebagainya. Misalnya, guru dapat memanfaatkan berbagai alat peraga dan metode yang mengacu pada prinsip pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning).
Kedua, kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Fenomena kompetensi ini memiliki makna yang secara esensial mengandung nilai transendental yang harus dimiliki guru secara imperatif dan integratif sedemikian rupa sehingga profesi guru hendaknya dipandang bukan sekedar pendidik/pengajar melainkan menjadi panutan/teladan. Implikasinya, kompetensi ini diharapkan signifikan dengan falsafah dan prinsip pendidikan yang dikemukakan KI Hajar Dewantara. Falsafah tersebut adalah Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah membangun prakarsa), dan Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan memberi keteladanan). Oleh karena itu, setiap guru diharapkan menyikapi motto pendidikan tersebut bukan sekedar dimengerti saja melainkan dicoba merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat dan berkeadaban.
Ketiga, kompetensi sosial. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Adanya persyaratan kompetensi ini memiliki konsekuensi yang sesuai dengan pandangan Notonegoro bahwa manusia merupakan makhluk sosial. Begitu juga dengan pandangan Aristoteles bahwa manusia merupakan:oon politicon (makhluk sosial). Oleh karena itu, hendaknya setiap guru dalam kapasitasnya sebagai makhluk sosial diharapkan memiliki kepedulian dan komunikasi yang interaktif baik dengan peserta didik, teman sejawat (sesama guru), orang tua wali peserta didik maupun masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, seorang guru dalam kompetensi sosial ini tidak sekedar sebagai pendidik belaka melainkan juga diposisikan sebagai komunikator yang logik dan populis (merakyat).
Keempat, kompetensi profesional. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Menurut hemat penulis yang dimaksud dengan penguasaan secara luas adalah seorang guru seharusnya menguasai materi pembelajaran yang diampunya tidak hanya terbatas pada disiplin ilmunya belaka melainkan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu merefleksikan interdisipliner yang integratif dengan disiplin ilmu lainnya. Penguasaan secara mendalam maksudnya bahwa seorang guru hendaknya dapat diharapkan secara optimal menguasai materi pembelajaran yang diampunya kearah keahlian di bidangnya.
Adanya persyaratan kompetensi ini menimbulkan konsekuensi logis bahwa ketika seorang guru menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam, maka akan berimplikasi yang positif terhadap daya serap peserta didik sedemikian rupa sehingga mereka akan mudah memahami materi pembelajaran secara kondusif. Diantara indikator bahwa seorang guru dapat menguasai materi pembelajaran dicerminkan pada pembuatan persiapan mengajar yang sistematis, menyajikan materi pembelajaran secara transformatif sedemikian rupa sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang positif peserta didik terhadap materi pembelajaran serta dapat mengukur penguasaan materi pembelajaran terhadap peserta didik dalam format assesment (penilaian) yang rigid (tepat) dan sebagainya. Agar guru dapat memilki kemampuan profesional, maka dapat ditempuh berbagai cara diantaranya dengan melanjutkan studi sesuai dengan amanat UU ini melalui pendidikan profesi, mengoptimalkan pertemuan teman sejawat guru melalui MGMP, mengadakan kunjungan intelektual dalam format saresehan dengan nara sumber di bidangnya masing-masing, mengadakan penelitian tindakan ataupun mengikuti berbagai lomba karya tulis dan sebagainya.
Pada akhirnya, dengan mencermati amanat dalam UU organik tersebut, maka keempat kompetensi diatas dapat diperoleh guru melalui pendidikan profesi. Pertanyaannya adalah bagaimanakah formula kebijakan pemerintah mengenai penyelenggaraan pendidikan tersebut. Sampai saat ini tampaknya belum ada Peraturan Pemerintah sehingga diharapkan guru menyikapinyan secara antisipatif dengan memberdayakan dan mengoptimalkan kompetensinya masing-masing.

Sumber : Warta Guru Oktober 2006
Penulis: Trisna Widyana, M.Pd. (Guru SMA PIRI 1 Yogyakarta)

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home