MENGHIDUPKAN TRADISI MENDONGENG DI ERA DIGITAL

Di era digital seperti sekarang ini, sederet legenda dan cerita rakyat lebih dikenal oleh anak-anak lewat tayangan sinetron bahkan VCD, atau setidaknya anak mengenal dari paparan tekstual yang menghuni ruang-ruang pustaka. Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, tidak mengherankan lagi jika sebuah legenda atau cerita rakyat mampu ditampilkan dengan visualisasi yang memukau melalui media sinetron atau VCD tersebut, dan tentu saja jauh lebih menarik dibandingkan dengan visualisasi penceritaan legenda atau cerita rakyat dengan model penuturan dongeng atau mendongeng.
Setiap legenda atau cerita rakyat pasti selalu terkandung nilai-nilai luhur dan budi pekerti di dalamnya. Oleh karena itu, ada baiknya apabila cara yang digunakan dalam penceritaan sebuah legenda atau cerita rakyat juga mampu mengajak anak-anak untuk belajar menerapkan nilai-nilai luhur dan budi pekerti tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan cara penceritaan legenda atau cerita rakyat yang dikemas dalam bentuk sinetron atau VCD mampu menyuguhkan sebuah tampilan visualisasi yang memukau, sehingga diharapkan akan menggerakkan minat anak-anak untuk lebih menyukai legenda atau cerita rakyat. Tetapi, hal tersebut justru membuat anak-anak hanya tertarik untuk melihat tampilan visualisasi yang memukau saja, tanpa peduli dengan nilai-nilai luhur dan budi pekerti yang terkandung dalam sebuah legenda atau cerita rakyat yang ditontonnya, lagipula dengan cara penceritaan legenda atau cerita rakyat yang dikemas dalam bentuk sinetron atau VCD, komunikasi yang terjalin hanyalah satu arah sehingga dirasa kurang komunikatif untuk mengajak anak-anak untuk belajar menerapkan nilai-nilai luhur dan budi pekerti yang terkandung pada legenda atau cerita rakyat yang ditontonnya dalam kehidupan sehari-hari.
Berbeda apabila legenda atau cerita rakyat tersebut diceritakan dengan model penuturan dongeng atau mendongeng. Tradisi mendongeng sebagai cara bertutur dua arah atau two way communication dinilai Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMP) Propinsi DIY, Drs. Hadjar Pamadhi efektif menularkan nilai luhur dan budi pekerti terhadap anak yang bersifat komunikatif sekaligus interaktif. Namun agaknya kebiasaan mendongeng telah ditinggalkan oleh banyak orang sebagai tradisi di masyarakat. Padahal aktivitas tersebut sesungguhnya juga dirindui anak-anak zaman sekarang.
Sebagai salah satu upaya untuk menghidupkan kembali tradisi mendongeng, pada tanggal 19 Juli 2007 yang lalu telah diselenggarakan Lomba Mendongeng untuk Pelajar SMP se-DIY yang berlangsung di Badan Perpustakaan Daerah (Baperpusda) Propinsi DIY. Drs.Hadjar Pamadhi yang juga menjadi salah satu juri dalam lomba itu menyebutkan aktivitas mendongeng tidak mesti dipahami dalam konteks mengkomunikasikan dongeng, cerita rakyat dan sejenisnya sebagai materi. “Mendongeng adalah cara pembelajaran. Guru ataupun dosen pun dapat mengajarkan materi dengan cara dongeng agar lebih komunikatif. Matematika pun bisa didongengkan untuk menghindari cara penyampaian yang membosankan,” ujarnya.
Tradisi mendongeng sebagai cara mengkomunikasikan nilai-nilai luhur dan budi pekerti sangat bagus untuk digerakkan kembali, karena menjadi medium penyampai pesan yang efektif dan menyenangkan. Di sini anak-anak diajak untuk aktif, tak hanya mendengarkan namun juga berperan sebagai pendongeng,” papar koordinator lomba mendongeng, Dra Mulyati Yunipraptiwi, MSi.
Tradisi itu pun tak hanya digerakkan kembali di kalangan anak-anak, karena kedepannya nanti juga akan dilangsungkan lomba serupa bagi masyarakat umum, dengan maksud agar pewarisan budi pekerti lewat kebiasaan mendongeng bisa dihidupkan lagi di konteks keluarga, mengikatkan jalinan kehangatan antar anggotanya.


Sumber : BERNAS JOGJA, 21 Juli 2007, Hal. 4
TIM SIM Dinas Pendidikan Propinsi DIY

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home